Bertanya Takdir

“Kapan nikah?”

“Kapan nikah? Sudah tua lho, keburu gak laku..”

“Kapan nikah? Temenmu lho sudah bawa cucu..”

“Kapan nikah? Gak usah terlalu pemilih..”

“Kapan hamil?”

“Kok gak hamil-hamil? Ditunda ya?”

“Buruan punya momongan, biar ramai..”

“Kapan punya momongan, biar anakku ada temennya..”

Selintas ucapan-ucapan tersebut terdengar umum di telinga kita. Bahkan sebagian besar kita mungkin pernah mendapat ucapan demikian. Ada sebagian kita yang menganggap ucapan-ucapan tersebut hanyalah basa-basi, guyon dan pemanis obrolan saja. Mungkin malah sama sekali tidak terpikir bahwa yang ditanyai bakal tersinggung. Tapi, heii.. kondisi mental setiap orang tentu saja berbeda. Ada yang sedang baik-baik saja ada yang sedang berjuang untuk menerima. Bayangkan seseorang yang sedang berusaha dengan sangat keras untuk mendapat momongan, sudah promil sana sini, sudah konsumsi ini itu, tapi bertahun-tahun belum juga diberi. Lalu tiba-tiba ada seseorang yang dengan polosnya bertanya, “Kok gak hamil-hamil? Ditunda ya? Jangan ditunda-tunda, nanti malah susah lho..”

(angkat bahu) Bagaimana menurutmu perasaannya? Atau tidak usah jauh-jauh deh, pertanyaan “Kapan hamil?” yang terdengar lebih halus di telinga dan perasaan orang normal, akan sangat mungkin menggores perasaannya yang sedang sensitif. Paling banyak mereka hanya akan merespon dengan tersenyum, tapi dalam hatinya sungguh sedih. Yang bertanya bahkan tidak tahu seberapa keras ia berusaha. Namun menjelaskan semua ini rasanya tidak mungkin, apalagi jika di awal sudah dicap duluan.

Namun tidak semua orang yang ditanyai demikian bakal menganggap serupa. Mungkin ada yang tersinggung

Seorang kerabat bercerita padaku perihal kehidupan pernikahannya yang sudah dijalani selama kurang lebih tujuh tahun. Kehidupan rumah tangganya harmonis. Suaminya pekerja keras dan menafkahi dengan baik. Ia juga awalnya seorang pekerja yang kemudian memilih resign setelah dua tahun menikah. Alasannya sudah tentu bisa kita tebak, untuk lebih fokus mempersiapkan diri memiliki momongan. Usaha-usaha mulai dari saran untuk mengkonsumsi ini itu sampai program kehamilan sudah dilakukan. Namun belum membuahkan hasil. Sampai pada satu titik dia bercerita, saking lamanya ia belum juga hamil, sampai ada seseorang yang mengatainya gabug.

Oh, wow! Aku speechless, kehabisan kata-kata mendengarnya. Bagiamana bisa ada seseorang yang tega mengeluarkan kata-kata seperti itu. Gabug secara harfiah berarti kosong alias tidak ada bijinya. Untuk manusia, bisa dimaksudkan tidak ada keturunan. Aku membayangkan perasaannya ketika mendapatkan perkataan demikian. Yang pasti, itu sangat menyakitkan. Namun sayangnya, yang mengatai seringkali tidak sadar bahwa sebagai basa-basi pun, perkataan seperti itu tidaklah elok dilontarkan. Sebagai guyonan, perkataan seperti itu tidaklah lucu, justru sebaliknya.

Begini, tidak setiap rasa penasaran pada orang lain, perlu kita tanyakan. Tidak setiap uneg-uneg tentang orang lain, perlu kita sampaikan. Manusia punya perasaan dan dengan perasaan itu seharusnya kita bisa mengukur, bisa mengira-ngira, kalau sekiranya ada beberapa hal yang sangat rawan ditanyakan atau kita tidak perlu menyampaikan ke yang bersangkutan sepenasaran apapun kita. Entah itu mau diatasnamakan basa-basi, guyonan ataupun perhatian, ada baikanya kita bisa mengeremnya sendiri. Mempertanyakan takdir Tuhan yang berlaku pada diri orang lain. Maksudnya? Ketika kita bertanya demikian, sejatinya kita sedang mempertanyakan takdir Tuhan yang berlaku padanya. Kita lupa bahwa hamil adalah kuasa Tuhan semata. Manusia boleh berusaha, tapi tetap Tuhan lah yang memberi kun-Nya. Jadi sebenarnya siapa yang lebih tepat kita tanyai?

Yuk nilai postingan ini
[Total: 1 Average: 5]

Tinggalkan komentar